News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Mahasiswi Fani Divonis 11 Tahun Penjara, Terbukti Terlibat TPPO dan Kekerasan Seksual Anak

Mahasiswi Fani Divonis 11 Tahun Penjara, Terbukti Terlibat TPPO dan Kekerasan Seksual Anak

Majelis Hakim mengetukkan palu tanda berakhirnya pembacaan putusan dan terdakwa Fani divonis 11 tahun penjara. Foto: Ocep Purek 
Kupang, NTTpride.com – Suasana ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kupang berubah tegang ketika majelis hakim mengetukkan palu tanda berakhirnya pembacaan putusan. 

Stefani Heidi Doko Rehi alias Fani (21), mahasiswi muda yang menjadi terdakwa dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan kekerasan seksual terhadap anak, akhirnya dijatuhi hukuman 11 tahun penjara.

Vonis itu dibacakan majelis hakim dalam sidang terbuka untuk umum, Senin (21/10/2025).

Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan Fani terbukti bersalah melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, serta Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.

Majelis menilai seluruh unsur pidana telah terpenuhi. Perbuatan terdakwa bukan hanya melukai korban, tetapi juga menimbulkan luka sosial di tengah masyarakat,” tegas hakim dalam pembacaan putusan.

Selain pidana badan, terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp2 miliar, dengan ketentuan subsider satu tahun kurungan, serta menanggung biaya perkara Rp5.000.

Hakim menilai tindakan terdakwa telah menimbulkan trauma berat bagi korban, seorang anak perempuan berusia 6 tahun berinisial I.S.

Anak seharusnya dilindungi, bukan dieksploitasi. Perbuatan seperti ini jelas bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan moralitas bangsa,” ujar hakim dengan nada tegas.

Majelis juga menilai kasus ini mencoreng semangat pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang aman, ramah, dan bebas kekerasan bagi anak-anak di Nusa Tenggara Timur.

Meski demikian, hakim masih memberikan sedikit ruang pertimbangan bagi Fani. Usianya yang masih muda dan sikapnya yang kooperatif selama persidangan menjadi alasan meringankan hukuman.

Majelis mempertimbangkan usia terdakwa yang masih muda. Diharapkan hukuman ini menjadi pelajaran untuk memperbaiki diri,” kata hakim.

Fani tampak tertegun dan berwajah pucat saat mendengar vonis dijatuhkan. Sesekali ia menunduk, menyeka air mata, dan tak banyak bicara setelah sidang ditutup.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba memperdagangkan atau mengeksploitasi anak di bawah umur. Putusan majelis hakim sekaligus menegaskan komitmen peradilan dalam menegakkan keadilan bagi korban dan menekan praktik TPPO di NTT.

Hukum harus berdiri tegas di pihak yang lemah terutama anak-anak. Ini bukan hanya soal menghukum, tetapi melindungi masa depan anak-anak.


Editor: Ocep Purek 






TAGS

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.