Romo Leo Mali Serahkan Amicus Curiae Kasus Eks Kapolres Ngada: Suara Moral Lawan Impunitas dan Banalitas Kejahatan Seksual Anak
![]() |
Rohaniwan, pekerja kemanusiaan, dan akademisi filsafat, Rm. Dr. Leonardus Mali, Pr., L.Ph (Kanan) dan Ketua Pengadilan Negeri Kupang, Ferry Haryanto, S.H., M.H (Kiri) |
Dokumen tersebut merupakan bentuk dukungan moral, etis, filosofis, dan hukum terhadap proses persidangan pidana Nomor: 75/Pid.Sus/2025/PN.Kpg, yang mendakwa Eks Kapolres Ngada AKBP (non-aktif) Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Kedatangan Romo Leo Mali diterima langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Kupang, Ferry Haryanto, S.H., M.H.
Dokumen Amicus Curiae yang disusun oleh Romo Leo Mali memuat tiga sasaran utama yang menjadi fokus moral dan hukum dalam kasus ini.
1. Pencegahan Impunitas. Amicus Curiae ini menegaskan pentingnya memastikan bahwa tidak ada pejabat yang berada di atas hukum, serta menolak segala bentuk pembiaran terhadap pelaku kejahatan, khususnya dari aparat penegak hukum.
2. Mencegah Banalitas Kejahatan. Romo Leo mengingatkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukanlah tindak pidana biasa, melainkan ancaman serius terhadap peradaban dan moralitas publik. Karena itu, tindak kejahatan seperti ini harus dilawan dengan putusan yang seberat-beratnya agar tidak menjadi hal yang dianggap biasa.
3. Pemulihan Kepercayaan Publik. Ia menegaskan bahwa putusan yang adil, tegas, dan berpihak pada korban menjadi momentum penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
Dalam dokumen tersebut, Romo Leo Mali menyoroti sejumlah argumentasi filosofis yang berakar dari pemikiran tokoh-tokoh besar dunia:
Dari Thomas Aquinas, ia mengutip prinsip “Lex iniusta est non lex” (hukum yang tidak adil bukanlah hukum), untuk menegaskan bahwa hukum sejati harus melayani keadilan dan melindungi yang lemah.
Dari Immanuel Kant, ia mengangkat gagasan tentang martabat kemanusiaan dan keharusan memperlakukan manusia sebagai tujuan, bukan sebagai sarana.
Dalam konteks ini, Romo Leo menolak reviktimisasi terhadap korban anak yang dilakukan melalui pleidoi kuasa hukum dan keterangan ahli pelaku yang menyebut korban sebagai “pelacur anak”. Ia menilai tindakan tersebut melanggar prinsip moral Kantian dan bertentangan dengan penghormatan terhadap martabat manusia.
Sementara dari Hannah Arendt, Romo Leo menerapkan teori Banalitas Kejahatan untuk memperingatkan bahwa hukuman ringan atau pembiaran terhadap impunitas akan membuat kejahatan seksual terhadap anak menjadi hal yang “biasa” dan pada akhirnya mengancam moralitas publik secara menyeluruh.
Secara hukum, Romo Leo Mali melalui Amicus Curiae ini mendesak Majelis Hakim PN Kupang untuk menerapkan instrumen hukum nasional secara maksimal dan komprehensif, dengan tetap menjunjung tinggi perspektif korban.
Beberapa dasar hukum yang dikemukakan antara lain:
1. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan hak anak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang berfokus pada perlindungan korban dan pencegahan reviktimisasi.
3. Undang-Undang Perlindungan Anak, yang menempatkan anak sebagai subjek hukum dengan hak istimewa atas perlindungan.
Romo Leo juga mengkritik fragmentasi dalam penuntutan yang tidak memasukkan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) dan UU Pornografi, padahal fakta persidangan menunjukkan adanya unsur eksploitasi dan penyebarluasan konten pornografi anak ke dark web oleh pelaku.
Romo Leo Mali menutup pandangannya dengan menyerukan agar Majelis Hakim dapat menghadirkan putusan yang benar-benar mencerminkan keadilan substantif.
Ia berharap pengadilan tidak hanya berpijak pada aspek legal formal, tetapi juga pada nilai keadilan, moralitas, dan kemanusiaan, demi memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
“Putusan yang adil dan tegas bukan hanya bentuk keadilan bagi korban, tetapi juga langkah moral untuk menolak impunitas dan mengembalikan harapan publik terhadap hukum,” tegas Romo Leo Mali.
Editor: Ocep Purek