Gubernur Melki Laka Lena: Diskusi Cukup, Saatnya Kerja Nyata di Sektor Pertanian NTT
Kegiatan ini menjadi forum strategis untuk membahas arah kebijakan pertanian NTT ke depan, dengan melibatkan para pemangku kepentingan dari sektor politik, pemerintahan, akademisi, hingga petani.
Ketua DPD Partai Demokrat NTT, Leonardus Leolelo, menekankan pentingnya partisipasi aktif seluruh stakeholder, baik formal maupun informal, dalam merumuskan kebijakan pertanian yang relevan dan berkelanjutan. Ia menyatakan bahwa tantangan pertanian di NTT tidak bisa dijawab secara parsial.
“Kita perlu menggalang partisipasi semua pihak untuk menutupi kekurangan data, meningkatkan akurasi kebijakan, dan memperkuat legitimasi serta keberlanjutan pembangunan pertanian,” ujarnya.
Menurutnya, DPD Partai Demokrat NTT memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk mendorong lahirnya kebijakan partisipatif. Ia menyebut, strategi hilirisasi pertanian 2025–2030 disusun berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan realitas kontekstual daerah, dengan memperhatikan batasan politik, kewenangan lintas sektor, kualitas aparatur, serta keterlibatan pelaku usaha hingga petani.
Ia pun memaparkan pendekatan teknis pengembangan pertanian, mulai dari filosofi petani sebagai subyek pembangunan hingga skenario peningkatan produksi padi. Satu model yang diusulkan ialah pembentukan koperasi tani berbasis kelompok petani produktif, dengan pengelolaan lahan minimal 10 hektare, satu jenis komoditas, dan didukung kelembagaan serta tim asistensi teknis.
Leolelo menekankan pentingnya melibatkan petani berusia produktif (maksimal 45 tahun), tidak buta huruf, dan tergabung dalam kelompok minimal 20 orang. Lahan yang digunakan merupakan satu hamparan seluas minimal 10 hektare, dengan asumsi satu petani mengelola 0,5 hektare. Setiap kelompok petani juga akan didukung oleh kelembagaan koperasi sebagai wadah pengelolaan produksi dan distribusi.
Gubernur Melki Laka Lena memberikan apresiasi kepada Partai Demokrat NTT yang menginisiasi diskusi serius terkait sektor pertanian. Ia menilai, sektor ini memiliki peran strategis dalam kehidupan mayoritas masyarakat NTT, namun belum mendapatkan dukungan politik dan fiskal yang sebanding.
“Sekitar 80 persen masyarakat NTT hidup dari sektor pertanian, tapi kontribusinya ke PDRB hanya sekitar 29 persen. Artinya, masih ada ketimpangan dalam perhatian dan dukungan kita,” ujar Melki.
Melki juga menyoroti berbagai tantangan teknis dan struktural, mulai dari keterbatasan penyuluh, kurangnya regenerasi petani muda, hingga rusaknya kualitas tanah akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia.
Ia menggarisbawahi perlunya kerja kolaboratif lintas sektor dan satu komando, sebagaimana pendekatan pemerintahan pusat di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto.
“Kalau semua bekerja dalam satu barisan pemerintah, pelaku usaha, lembaga agama, media, dan tentu saja partai politik maka kita bisa selesaikan persoalan-persoalan ini lebih cepat,” ungkapnya.
Gubernur juga menyinggung ironi di balik branding NTT sebagai provinsi jagung.
“Kita disebut provinsi jagung, tapi produksinya belum mencukupi kebutuhan. Kita masih defisit dan harus ambil dari luar,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa kebutuhan pangan NTT terus meningkat, sementara kecepatan cetak sawah dan peningkatan produksi belum memadai. Kekurangan pasokan, kata Melki, mulai memicu inflasi di sejumlah daerah.
“Kalau tidak ada langkah konkret dan cepat, ini bisa jadi masalah serius. Kita butuh intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang nyata,” ujarnya.
Di akhir sambutannya, Gubernur Melki mengajak semua partai politik, khususnya Partai Demokrat, untuk tidak berhenti pada wacana, tetapi terlibat aktif di lapangan. Ia berharap model-model yang dibahas bisa diuji coba di beberapa kabupaten, menjadi proyek percontohan yang dapat direplikasi.
“Diskusi cukup. Sekarang saatnya kerja nyata. Mari kita bikin karya di lapangan yang bisa dilihat, disentuh, dan dirasakan manfaatnya,” tegasnya.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa politik dan pembangunan pertanian bisa berjalan beriringan, saat aktor-aktor politik mengambil peran aktif dalam membangun masa depan pangan NTT.
Editor : Ocep Purek