Gandeng Gereja Katolik, Gubernur Melki Laka Lena Perang Melawan Jalur Migrasi Ilegal
Setiap migran membawa harapan. Jangan biarkan harapan itu dirampas jalur ilegal.
Larantuka,NTTPRIDE.com —Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, menyerukan kolaborasi moral dan pastoral dalam menanggulangi persoalan Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural asal NTT.
Seruan ini ia sampaikan di hadapan para Uskup Regio Gerejawi Nusa Tenggara saat membuka Pertemuan Pastoral Regio Nusra ke-XII di Gedung OMK Keuskupan Larantuka, Rabu (2/7/2025).
Pertemuan bertema “Gereja Berwajah Migran, Berziarah dalam Harapan: Mencari Praksis Pastoral” ini dihadiri oleh seluruh Uskup dari NTT, Bali, dan NTB, serta utusan dari keuskupan transit di dalam dan luar negeri, kementerian terkait, LSM, dan delegasi pastoral dari seluruh Regio Nusra.
Dalam sambutannya, Gubernur Melki menekankan bahwa migrasi bukan semata urusan administratif, melainkan menyentuh nilai-nilai paling mendasar: harkat, martabat, dan masa depan manusia. Ia menggambarkan setiap pekerja migran sebagai pribadi yang memikul harapan dan meninggalkan keluarga demi hidup yang lebih baik.
“Di balik setiap migran, ada anak-anak yang menunggu, ada ibu yang berdoa, ada impian yang dibayar dengan air mata. Maka, migrasi harus dilandasi prosedur yang sah, perlindungan sosial, dan kepastian hukum,” ujar Melki dengan suara bergetar.
Melki mengakui bahwa minat warga NTT untuk bekerja ke luar daerah dan luar negeri sangat tinggi, dan hal ini tidak dapat dibendung. Namun, ia menegaskan bahwa negara dan gereja harus hadir untuk memastikan bahwa setiap migrasi terjadi secara legal, aman, dan bermartabat.
Ia lalu mengajak para pemimpin gereja, khususnya para Uskup, untuk turut menjadi bagian dari gerakan penyadaran di tingkat akar rumput.
“Ketua RT/RW, Kepala Desa, bahkan Ketua Kelompok Umat Basis harus jadi garda terdepan. Waspadai calo, cegah perekrutan ilegal. Kita tidak bisa biarkan satu anak pun berangkat tanpa perlindungan,” tegasnya.
Sebagai mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang akrab dengan isu migrasi dan perlindungan pekerja, Melki juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergoda rayuan manis tanpa dasar hukum.
“Anak-anak muda, siapkan diri. Ikuti pelatihan. Tempuh jalur resmi. Bekerja bukan sekadar mencari nafkah, tapi juga menjaga martabat diri dan tanah kelahiran,” imbuhnya.
Gubernur Melki memaparkan sejumlah langkah strategis Pemerintah Provinsi NTT untuk menekan jumlah PMI non prosedural, antara lain:
1. Penegakan moratorium pengiriman tenaga kerja di sektor rentan seperti PRT, hingga tersedia pelatihan dan perlindungan yang memadai.
2. Reaktivasi Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di daerah-daerah, di mana saat ini hanya LTSA Kota Kupang yang aktif.
3. Penguatan pelatihan melalui BLK, BLKK, LPK swasta, dan kerja sama pelatihan dengan BLK luar negeri.
4. Pembentukan Gugus Tugas Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) hingga ke tingkat desa.
Peluncuran Sistem Saling Jaga (SI-SAGA) dengan hotline 0811-3910-910 sebagai wadah pelaporan dan pengawasan berbasis masyarakat.
“Dengan SI-SAGA, masyarakat bisa lapor secara rahasia dan aman. Setiap laporan akan ditindaklanjuti demi melindungi warga kita,” jelas Gubernur.
Pemerintah Provinsi NTT juga memperkuat kerja sama dengan daerah-daerah transit seperti Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara untuk memastikan pengawasan migrasi dilakukan secara lintas wilayah.
“Kami punya rencana jangka pendek, menengah, dan panjang. Semua akan diawasi dengan indikator kinerja yang jelas,” tegas Melki.
Mengakhiri sambutannya, Gubernur Melki mengajak Gereja Katolik se-Nusa Tenggara untuk menjadikan NTT sebagai model nasional dalam reformasi tata kelola migrasi tenaga kerja.
“Mari kita akhiri kisah pilu PMI asal NTT yang pulang dalam peti jenazah. Mari bangun narasi baru: NTT sebagai sumber tenaga kerja unggul, legal, terampil, dan dihormati dunia,” tutupnya disambut tepuk tangan hadirin.
Editor: Ocep Purek