Sinergi Dua Negara Kelola DAS Lintas Batas, Gubernur Melki Laka Lena Dorong Partisipasi Masyarakat Adat
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Provinsi NTT sebagai bagian dari upaya memperkuat kerja sama lintas batas dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Sejumlah pejabat tinggi dari kedua negara hadir dalam forum ini, di antaranya Dirjen Rehabilitasi DAS dan Hutan Kementerian LHK RI Dyah Murtiningsih, Menteri Muda Kehutanan Timor Leste Fernando Veiar, dan Sekretaris Negara Urusan Kehutanan Timor Leste Fernandino Viera da Costa. Turut hadir perwakilan Otoritas Presiden Timor Leste Miguel Armanda Cardoso dan Dr. Alexandrino Pires, M.M, serta pejabat Timor Leste lainnya seperti Direktur Nasional Keanekaragaman Hayati Flamino Maria Steves Xavier dan Dirjen Kehutanan Hermenegildo Granadeiro.
Dari unsur Pemerintah Provinsi NTT, kegiatan ini diikuti oleh Kepala Bapperida, Kepala Dinas PUPR, Kepala Dinas Kehutanan, Kepala BPBD, Kepala Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Benain-Noelmina, Bupati Belu, serta Ketua Tim Koordinasi Pengelolaan DAS Provinsi NTT. Ketua Konservasi Internasional Indonesia, Ketut S. Putra, turut hadir dan memberikan paparan terkait komponen internasional dalam proyek ini.
Dalam sambutannya, Gubernur Melki Laka Lena menyatakan bahwa proyek MITLTW merupakan momentum penting untuk membangun sinergi antara Indonesia dan Timor Leste yang terhubung secara geografis, historis, dan budaya.
“Provinsi NTT dan Republik Demokratik Timor-Leste berbagi DAS, sejarah, serta tradisi budaya yang tak terpisahkan. Masyarakat adat di perbatasan seperti Kemak, Bunak, Tetun, dan Dawan hidup dalam nilai-nilai kekerabatan yang melampaui batas administratif negara,” ujar Melki.
Ia menegaskan bahwa DAS Talau Loes dan Moa Malib bukan hanya penting secara ekologis, tetapi juga strategis dalam mendukung ketahanan air dan pangan masyarakat di kawasan perbatasan.
“Proyek MITLTW harus menjadi tonggak pengelolaan kolaboratif yang menjawab tantangan perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan ketimpangan pembangunan,” tegasnya.
Gubernur Melki juga menekankan perlunya pendekatan partisipatif dan kolaboratif dalam pelaksanaan proyek ini, dengan pelibatan aktif masyarakat adat, petani, perempuan, dan komunitas lokal lainnya.
“Kita ingin proyek ini tidak sekadar menghasilkan infrastruktur, tetapi membangun gerakan bersama yang berpijak pada nilai-nilai kearifan lokal dan masa depan hijau yang damai,” ungkapnya.
Ia juga menggarisbawahi lima poin strategis yang perlu menjadi dasar penguatan proyek, yakni, Penyesuaian strategi proyek dengan kebutuhan lokal dan nasional kedua negara, Revisi MoU dan pengaturan pelaksanaan agar tetap relevan, Penguatan kelembagaan melalui Joint Forestry Working Group, Penyusunan peta jalan Transboundary Diagnostic Analysis (TDA) dan Strategic Action Plan (SAP), serta Peningkatan koordinasi lintas sektor dan pelibatan aktif masyarakat.
Gubernur Melki menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam inisiatif besar ini, dan berharap MITLTW dapat menjadi proyek percontohan pengelolaan lintas batas yang layak diangkat ke tingkat global.
“Semoga kegiatan ini menjadi langkah awal yang kokoh bagi pengelolaan sumber daya bersama yang berkeadilan, berkelanjutan, dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat di kedua negara,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Konservasi Internasional Indonesia, Ketut S. Putra, menilai bahwa proyek ini merupakan hasil dari komunikasi yang baik antara pemerintah Indonesia dan Timor Leste. Menurutnya, proyek MITLTW merupakan bagian dari portofolio international waters yang sangat strategis.
“Melalui proyek ini, kita memperoleh wawasan baru dalam pengelolaan lintas batas karena banyak potensi yang bisa digali. Salah satunya, wilayah konservasi dengan hutan yang lestari di atas kawasan alami, serta sekitar 300 hektar sawah di Indonesia dan 1.500 hektar sektor pertanian yang menjanjikan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti kekuatan masyarakat di sekitar DAS yang memiliki sistem kekerabatan dan keharmonisan sosial tinggi. Hal ini, menurutnya, menjadi modal penting untuk pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
“Jika dua negara memiliki relasi keluarga atau jaringan bisnis di sepanjang sungai, maka potensi kerja sama di bidang listrik dan pertanian sangat besar. Proyek ini bahkan layak dikedepankan di forum global,” kata Ketut.
Ia berharap proyek MITLTW membuka ruang baru dalam konservasi lintas negara dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
“Dengan strategi yang tepat dan penetapan prioritas yang jelas, saya yakin proyek ini akan menghasilkan capaian konkret di masa mendatang,” pungkasnya.
Editor: Ocep Purek