Talkshow Karsinal 2025: Perempuan Golkar NTT Bangkit, dari Rumah ke Panggung Politik dan dari Diam ke Bicara
![]() |
| Ke empat narasumber Talkshow Kaderisasi Fungsional (Karsinal) Perempuan Partai Golkar Provinsi NTT Tahun 2025. Foto: Ocep Purek |
Kegiatan ini berlangsung di Kantor DPD I Partai Golkar NTT, Jumat (7/11/2025), dan dihadiri oleh Ketua Umum DPP Himpunan Wanita Karya (HWK) Ir. Dany Soedarsono, Sekjen DPP HWK Dra. Corry Y. Seekotjo, M.Si., Sekretaris DPD I Partai Golkar NTT Welhelmiemie S.L. Sinlaeloe, SPT, Kepala Dinas P3APPKB Provinsi NTT Ruth Diana Laiskodat, serta para Ketua DPD HWK kabupaten/kota se-NTT.
Talkshow ini menghadirkan empat narasumber inspiratif yang membedah tema-tema kunci: kebijakan pemerintah daerah dalam pemberdayaan perempuan, kepemimpinan politik dan manajemen organisasi, komunikasi politik dan public speaking, serta penguatan kelembagaan HWK.
Dalam sesi pembuka, Kepala Dinas P3APPKB Provinsi NTT, Ruth Diana Laiskodat, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus memperkuat kebijakan yang mendorong peran perempuan dan perlindungan anak sebagai bagian dari pembangunan inklusif.
“Kesetaraan gender bukan menghapus perbedaan laki-laki dan perempuan, tapi memastikan keduanya punya hak dan kesempatan yang sama dalam pendidikan, ekonomi, dan politik,” ujar Ruth.
Ia menjelaskan bahwa sejak 2024, Pemprov NTT telah menetapkan sembilan program prioritas di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Fokus utamanya meliputi perlindungan perempuan, peningkatan kualitas keluarga, pemenuhan hak anak, serta pembinaan keluarga berencana.
Ruth mengungkapkan kebanggaan karena NTT dua tahun berturut-turut (2023–2024) meraih penghargaan sebagai provinsi paling toleran di Indonesia.
“Itu hasil kerja bersama menjaga nilai-nilai kemanusiaan, termasuk perlindungan perempuan dan anak,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, tantangan masih besar. Hingga Oktober 2025, tercatat 415 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, meningkat dibanding 398 kasus pada tahun sebelumnya.
“Peningkatan laporan ini menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kita semakin tinggi, tapi juga bahwa pekerjaan rumah kita belum selesai,” tegasnya.
Ruth juga menyoroti pentingnya pendidikan karakter dan kewaspadaan terhadap radikalisme. “NTT harus dijaga. Jangan sampai anak-anak kita terpapar paham radikal. Toleransi harus ditanam sejak dini di rumah dan sekolah,” pesannya.
Menutup paparannya, Ruth menyerukan agar perempuan NTT tidak takut bersuara.
“Gender tidak akan tercapai tanpa pemberdayaan perempuan, dan itu harus melibatkan laki-laki sebagai mitra setara. Perempuan berdaya, anak terlindungi, keluarga berkualitas, Indonesia maju,” pungkasnya.
Sementara itu, Ir. Retno Nuningsih Umbu Saga, MS, dalam materi bertajuk Kepemimpinan Politik Perempuan dan Manajemen Organisasi, menegaskan bahwa kepemimpinan bukan soal jabatan, melainkan tanggung jawab moral setiap individu.
“Setiap perempuan adalah pemimpin di rumah, di organisasi, bahkan dalam dirinya sendiri. Rumah tangga pun adalah organisasi kecil yang menuntut kepemimpinan dan manajemen,” kata Retno.
Ia menjelaskan bahwa pemimpin sejati tidak hanya memberi perintah, tetapi juga menjadi teladan, pelindung, dan inspirator.
“Kepemimpinan sejati lahir dari keseimbangan antara pikiran, hati, dan nilai spiritual,” tegasnya.
Dalam pemaparannya, Retno juga menjelaskan empat gaya kepemimpinan situasional (Telling, Selling, Participating, Delegating) serta konsep P-L-I-C-E-N yang menggambarkan kualitas pemimpin visioner dan transformasional.
“Pemimpin yang efektif bukan yang paling disukai, tapi yang mampu menggerakkan orang lain untuk berbuat baik dan mencapai visi bersama,” tuturnya.
Dosen Ilmu Komunikasi Undana Kupang, Maria Via Dolorosa Pabha Swan, S.Sos., M.Med.Kom, mengajak perempuan NTT untuk membangun keberanian tampil berbicara di depan publik.
“Banyak perempuan takut jadi MC atau berbicara di depan umum karena merasa tidak mampu. Padahal semua itu bisa dipelajari,” ujarnya.
Ia menjelaskan, 90 persen orang merasa cemas saat tampil di depan publik, dan sebagian besar disebabkan kurangnya persiapan.
“Kuncinya hanya satu: latihan dan persiapan. Semakin sering kita berlatih, semakin percaya diri kita,” katanya.
Maria juga menekankan pentingnya memahami audiens, menyusun pesan yang sistematis, menjaga ekspresi, dan memperhatikan bahasa tubuh.
“Kalau kita di depan publik, semua mata tertuju pada kita. Maka postur tubuh, cara berpakaian, dan senyum itu penting. Orang Kupang jarang senyum, tapi senyum memberi energi positif,” katanya disambut tawa peserta.
Ia menutup dengan pesan inspiratif, “Public speaking bukan soal bakat, tapi soal keberanian dan persiapan. Tidak ada kata terlambat untuk belajar bicara, bahkan di usia berapa pun,” ujarnya.
Dalam sesi terakhir, Sekjen DPP HWK, Dra. Corry Y. Seekotjo, M.Si., menegaskan bahwa HWK adalah wadah strategis bagi perempuan untuk tumbuh menjadi kader cerdas, tangguh, dan berkarakter.
“HWK ini adalah kawah candradimuka bagi perempuan Indonesia. Tempat kita ditempa untuk jadi kader serbaguna, berwawasan, dan berdaya,” kata Corry.
Ia menjelaskan bahwa HWK yang berdiri sejak 1981 lahir dari semangat para tokoh Golkar untuk mencerdaskan perempuan Indonesia, terutama perempuan desa.
“Selama HWK ada, tidak boleh ada perempuan yang bodoh. Kita harus terus mencerdaskan perempuan,” tegasnya.
Corry juga menekankan pentingnya menjaga jati diri dan budaya. “Perempuan boleh modern, tapi jangan kehilangan akar budaya. Budaya adalah peluru kita agar bangsa ini tidak mudah dijajah,” katanya.
Dalam memperkuat kelembagaan, Corry mendorong HWK di semua tingkat untuk melakukan reorientasi, restrukturisasi, dan kemitraan strategis.
“Organisasi akan hidup jika memberi manfaat bagi anggotanya dan masyarakat. Kita harus jadi seperti angin dan pohon tidak selalu terlihat, tapi selalu memberi kehidupan,” ujarnya.
Menutup sesi, Corry menyerukan agar seluruh kader HWK terus beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan arah perjuangan.
“Kita harus lentur seperti batang pohon. Kalau kaku, mudah patah. Tapi kalau lentur, kita tetap kuat menghadapi perubahan,” pungkasnya.
Talkshow Karsinal 2025 bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi menjadi momentum penting bagi perempuan NTT, khususnya kader Partai Golkar, untuk memperkuat kapasitas diri dan mengokohkan peran strategis mereka dalam pembangunan daerah dan nasional.
Editor: Ocep Purek
