Skandal Sumur Bor SBD: Dinas Diduga Peras Petani Serahkan Uang, Pelaksana Ancam Tempuh Jalur Hukum
![]() |
Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan SBD (Kiri) dan pemilik CV Gasrem Surya Perdana (Kanan) |
Dalam surat balasan tertanggal 26 Mei 2025, Direktur CV Gasrem Surya Perdana, Robertus Nikodemus Take Lemaking, menyampaikan keberatan atas sejumlah poin dalam surat tanggapan Dinas Pertanian bernomor 158/DPKP/SBD/V/2025 tertanggal 21 Mei 2025. Ia menyayangkan sikap dinas yang dinilai tidak konsisten dan kurang profesional.
“Kami tidak memiliki ikatan kerja sama secara langsung dengan dinas, namun mengapa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meminta kami hadir dalam proses pencairan dana? Hal ini butuh penjelasan yang lebih lanjut,” tegas Robertus saat dikonfirmasi wartawan.
Ia juga menyoroti komunikasi yang terjadi selama ini antara pihaknya dengan kelompok tani penerima manfaat proyek sumur bor.
Menurutnya, selama ini komunikasi hanya dilakukan secara lisan dan tidak pernah disertai laporan tertulis seperti disebutkan dalam poin 2 hingga 4 surat dari dinas.
“Kami belum pernah menerima laporan resmi dari kelompok tani. Koordinasi yang terjadi cenderung tidak profesional,” ujarnya.
Poin paling krusial, menurut Robertus, adalah pernyataan dalam surat dinas yang menyebutkan bahwa mereka tidak dapat memproses penyelesaian pekerjaan lebih lanjut. Ia menilai keputusan tersebut telah mencaplok hak-hak petani.
“Ini sangat mengecewakan karena menyangkut hak masyarakat tani. Kami meminta petunjuk teknis (juknis) yang menjadi landasan spesifikasi pekerjaan, serta dokumen perjanjian kerja sama antara dinas dan kelompok tani, agar jelas batas kerja kami,” ungkapnya.
Robertus juga mengaku telah berkoordinasi dengan lima kelompok tani penerima proyek, dan dari komunikasi itu diketahui bahwa sudah ada instruksi dari Bupati SBD untuk segera mencairkan dana yang menjadi hak kelompok.
“Jika tidak ada titik temu, kami siap menempuh jalur hukum,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam surat tanggapan resmi yang dikeluarkan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten SBD, Kepala Dinas Ir. Yohanes Irin Tuka menegaskan bahwa tidak ada kerja sama langsung antara dinas dengan CV Gasrem Surya Perdana terkait pelaksanaan kegiatan pembangunan sumur bor tahun anggaran 2024.
“Berdasarkan hasil monitoring dan pemeriksaan lapangan oleh tim Inspektorat dan dinas, ditemukan bahwa barang-barang yang disediakan CV Gasrem Surya Perdana tidak sesuai spesifikasi teknis dalam RAB dan surat perjanjian kerja,” jelas Yohanes.
Ia menambahkan, kelompok tani bersedia mengganti barang yang tidak sesuai tersebut, namun hingga saat ini belum ada realisasi penggantian sesuai spesifikasi teknis. Karena itu, dinas tidak dapat melanjutkan proses penyelesaian pekerjaan.
Yohanes menambahkan, pihaknya justru mengalami kesulitan memproses pencairan dana tahap II karena belum menerima laporan.
"Saya minta 5 kelompok tani segera masukan laporan, supaya diproses pencairan dana tahap II. Tidak usah ribut-ribut lagi, ikuti aturan mainnya, cukup masukkan laporan dan kami siap memproses pencairan dananya," tambahnya.
Yohanes mengklaim, pemerintah mendorong percepatan pengerjaan sumur bor sehingga pengerjaan bisa selesai tepat waktu, dan masyarakat bisa menikmati air dan pertanggungjawaban pengerjaan bisa selesai.
Ketua Kelompok Tani Mbinya Mopir, Yohanes Loghe Bombo, mengungkapkan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana bantuan pertanian di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Dalam pertemuan dengan Bupati SBD, Bombo menyampaikan bahwa Bupati telah memerintahkan Kepala Inspektorat SBD untuk mengecek pekerjaan lapangan yang dilakukan oleh pihak Dinas Pertanian SBD.
Menurut Bombo, pada pertemuan tersebut, perwakilan kelompok tani juga bertemu dengan Bupati yang kemudian memanggil Kepala Dinas Pertanian, Kepala Bidang (Kabid), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pertanian. Dalam pertemuan itu, Bupati menginstruksikan untuk segera melakukan pencairan dana bantuan, namun Kabid dan Kadis sudah setuju dengan pencairan tersebut, yang kemudian tergantung pada keputusan PPK.
Namun, di balik instruksi tersebut, terungkap bahwa Dinas Pertanian SBD memaksa lima kelompok tani untuk membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ) meskipun dana pencairan tahap dua belum cair. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa pihak Dinas Pertanian berusaha menjebak kelompok tani.
Dalam petunjuk teknis yang berlaku, pengelolaan anggaran seharusnya dilakukan oleh ketua kelompok tani dan kelompok itu sendiri, yang membeli barang dan jasa secara mandiri, bukan melalui dinas. Namun, Dinas Pertanian SBD justru memaksa lima kelompok tani untuk memberikan uang kepada dinas terlebih dahulu sebelum dinas melakukan pembelian barang dan pengadaan. Bahkan, pihak dinas menjelaskan bahwa uang yang masuk ke rekening petani hanya sementara, dan setelah pencairan, dana tersebut akan diambil kembali oleh dinas untuk melakukan pembelanjaan.
Hal serupa juga berlaku untuk 27 kelompok tani penerima manfaat lainnya, yang dipaksa menggunakan pompa merek Lorens. Padahal, dalam Rencana Anggaran Belanja (RAB), tidak seharusnya ada merk pompa yang tercantum. Namun, dalam RAB yang diterima petani, pompa Lorens tercantum sebagai barang yang harus dibeli, dan semua kelompok tani lainnya dipaksa menggunakan pompa tersebut.
Ketegangan ini memuncak setelah Dinas Pertanian memaksa lima kelompok tani untuk menggunakan jasa orang dalam dinas untuk membuat laporan LPJ, dengan imbalan fasilitator mendapatkan 15% dari laporan tersebut. Di samping itu, Dinas Pertanian juga meminta komisi sebesar Rp 7,2 juta dengan alasan administrasi.
Pihak Dinas Pertanian juga mengancam untuk menarik kembali dana yang telah masuk ke rekening petani jika mereka menolak menggunakan merek pompa yang ditentukan. Penyimpangan ini menambah daftar masalah dalam pengelolaan dana bantuan yang seharusnya mendukung kesejahteraan petani.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan kepentingan kelompok tani sebagai penerima manfaat proyek air bersih yang bersumber dari anggaran negara. Polemik antara pelaksana teknis dan instansi pemerintah membuka ruang diskusi lebih luas tentang transparansi, profesionalitas, dan pengawasan dalam proyek-proyek pembangunan di daerah.
Editor : Ocep Purek