News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Sengketa Lahan Kawasan Industri Bolok, Gubernur Melki: Kita Cari Solusi Damai

Sengketa Lahan Kawasan Industri Bolok, Gubernur Melki: Kita Cari Solusi Damai

Gubernur NTT, Melki Laka Lena memimpin langsung dialog dengan masyarakat membahas penyelesaian persoalan lahan yang diduga bersinggungan dengan wilayah Kawasan Industri Bolok (KIB). Foto: Ocep Purek 
Kupang,NTTPRIDE.com— Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melki Laka Lena, menerima audiensi Pemerintah Kabupaten Kupang, Camat Kupang Barat, Kepala Desa Bolok, Kuanheum, dan Nitneo, serta sejumlah tokoh masyarakat dari ketiga desa tersebut. 

Pertemuan berlangsung di Aula Rumah Jabatan Gubernur dan membahas penyelesaian persoalan lahan yang diduga bersinggungan dengan wilayah Kawasan Industri Bolok (KIB), Senin (9/6/2025).

Audiensi ini merupakan respons atas berbagai keluhan masyarakat terkait kesulitan dalam mengurus sertifikat tanah, serta klaim sepihak atas lahan milik warga yang masuk dalam peta KIB sesuai Perda Nomor 6 Tahun 1997 yang mencakup area seluas 900 hektare.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut Bupati Kupang Yoseph Lede, Kepala Kanwil BPN Provinsi NTT Fransiska Vivi Ganggas, Kepala Badan Aset Pemprov NTT Alex Lumba, perwakilan komisaris KIB, serta sejumlah pejabat terkait dari Pemerintah Provinsi NTT.

Komitmen Gubernur: Dialog dan Solusi Bersama

Dalam arahannya, Gubernur Melki menegaskan bahwa pemerintah provinsi bersama Pemerintah Kabupaten Kupang berkomitmen mencari solusi terbaik tanpa mengedepankan konfrontasi. 

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data awal, wilayah tiga desa tersebut tidak masuk dalam kawasan KIB versi Badan Aset Daerah dan pihak manajemen KIB. Namun, Gubernur tetap membuka ruang dialog dan verifikasi ulang.

"Kami prinsipnya ingin semua baik-baik saja. Kita duduk bersama secara mufakat. Kalau memang ada bagian yang masih dipersoalkan, kita diskusi dan cari solusi. Saya juga sudah minta Kepala BPN Provinsi NTT hadir untuk memastikan status lahan ini," kata Gubernur Melki.

Gubernur menambahkan bahwa karena status tanah KIB telah menjadi aset negara dan provinsi, segala keputusan teknis memerlukan pembahasan bersama DPRD NTT. Ia berjanji akan membawa aspirasi masyarakat ini ke dalam forum legislatif.

"Saya tidak bisa putuskan sendiri. Tapi prinsip saya jelas: kita cari yang terbaik. Kalau perlu ukur ulang, telusuri siapa saja yang sejak awal tinggal di situ, kita lacak datanya dari tahun 1995 ke bawah sesuai perda yang berlaku," jelasnya.

Direksi KIB: Perlu Penetapan Batas yang Jelas

Perwakilan komisaris KIB Toni, menyampaikan bahwa sejak dilantik pada akhir 2024, pihaknya menemukan sejumlah persoalan, termasuk kekaburan batas lahan dan tumpang tindih klaim. KIB terbagi dalam empat hamparan lahan, dua di antaranya bersinggungan dengan Desa Kuanheum dan Nitneo.

"Ada lahan yang sudah dibayar dan bersertifikat, tapi ada juga yang belum. Bahkan ada masyarakat yang datang ke kantor kami minta rekomendasi agar bisa urus sertifikat. Ini beban bagi kami juga," jelas Toni.

Ia mendukung rencana pembentukan tim verifikasi batas lahan demi kepastian hukum bagi masyarakat dan investor yang ingin menanamkan modal di KIB.

Masyarakat: Kami Butuh Kepastian dan Akses Sertifikat

Mewakili masyarakat tiga desa, Absalom Buy menyampaikan harapan agar pemerintah tidak lagi menghambat proses pembuatan sertifikat, khususnya pada lahan yang secara faktual berada di luar batas KIB. Ia mengaku banyak warga resah akibat kaburnya informasi mengenai batas kawasan industri.

"Kami dari orang tua sampai anak kecil gelisah. Bahkan rumah kami sendiri tidak bisa disertifikasi karena harus minta rekomendasi dari KIB, padahal tanah itu milik kami," ujarnya.

"Kami harap Perda 1997 bisa ditinjau kembali, batas-batas kawasan diperjelas, dan masyarakat diberi kesempatan mendapatkan haknya, termasuk membuat sertifikat walaupun berada di dalam kawasan."

Perwakilan masyarakat lainnya juga menekankan bahwa tanah adat dan lahan suku belum seluruhnya dibebaskan oleh pemerintah sejak pembentukan KIB. Mereka meminta adanya peninjauan ulang berdasarkan fungsi lahan: mana yang layak untuk industri, mana untuk pertanian, dan mana yang harus tetap menjadi permukiman.

Aset Daerah: Perlu Penelusuran Ulang

Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah NTT, Alex Lumba mengonfirmasi bahwa tanah KIB ditetapkan dengan Perda Nomor 6 Tahun 1997 dan mencakup empat hamparan. Namun, terdapat sengketa hukum dengan pihak keluarga yang memiliki klaim atas sebagian lahan, termasuk yang sudah bersertifikat.

"Memang perlu penelusuran batas ulang. Bahkan eksekusi pengadilan pernah dilakukan atas sebagian lahan di Hamparan 1 yang dimenangkan oleh pihak keluarga," ungkapnya.

Ia mengingatkan bahwa proses pembebasan lahan pada masa lalu belum sepenuhnya transparan. Karena itu, solusi ke depan harus memperhitungkan aspek hukum, sosial, dan kemanusiaan.

Kesepakatan Awal: Penelusuran Batas dan Dialog Lanjutan

Pertemuan ini ditutup dengan kesepakatan awal untuk membentuk tim kecil dari unsur pemerintah, KIB, dan masyarakat guna melakukan verifikasi batas lahan. Langkah selanjutnya adalah menyampaikan hasil audiensi kepada DPRD NTT agar mendapat dukungan politik dan legal formal.

Gubernur Melki Laka Lena berharap masyarakat tetap tenang dan tidak melakukan aksi-aksi tambahan selama proses verifikasi berlangsung.

"Kita selesaikan ini dengan tenang dan bermartabat. Tidak boleh ada gerakan tambahan yang bisa memicu konflik. Kami pemerintah pasti akan bantu," pungkasnya.


Editor : Ocep Purek 

TAGS

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama