News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kepala BI Agus Sistyo Widjajati Dorong Sinergi Ketahanan Pangan untuk Stabilitas Ekonomi NTT

Kepala BI Agus Sistyo Widjajati Dorong Sinergi Ketahanan Pangan untuk Stabilitas Ekonomi NTT

Paparan materi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Agus Sistyo Widjajati. Foto: Ocep Purek 
Kupang,NTTPRIDE.com— Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Agus Sistyo Widjajati, memimpin jalannya High Level Meeting dan Capacity Building Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT bertajuk “Duduk Ba Omong Perekonomian dan Pengendalian Inflasi” di Hotel Neo Aston Kupang, Selasa (15/7/2025). 

Acara ini mengangkat tema “Sinergi Memperkuat Ketahanan Pangan untuk Ekonomi NTT yang Tumbuh Kuat dan Berkelanjutan”.

Dalam sambutannya, Agus menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak untuk menjaga ketahanan pangan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi yang stabil dan merata di Nusa Tenggara Timur. 

Ia menyampaikan bahwa saat ini inflasi NTT telah berhasil ditekan di bawah 2% sebuah capaian signifikan mengingat provinsi ini sebelumnya kerap berada di jajaran tertinggi nasional dalam hal laju inflasi.

Puji Tuhan, NTT kini berada dalam posisi yang jauh lebih baik. Namun tantangan ke depan adalah menjaga agar disparitas inflasi antarwilayah tidak terlalu tinggi. Kita perlu memastikan agar semua daerah merasakan pengendalian inflasi secara merata,” ujar Agus.

Agus menggarisbawahi bahwa sejumlah komoditas seperti beras, cabai rawit, bawang merah, kopi bubuk, dan ikan kembung masih menjadi penyumbang utama inflasi di hampir semua kota di NTT. 

Meski demikian, ia juga mengapresiasi kemajuan yang telah dicapai, khususnya dalam hal peningkatan produktivitas beras.

Dalam satu tahun terakhir, produktivitas beras kita meningkat signifikan dari sekitar 300 kg menjadi hampir 5 ton per hektare. Namun, kebutuhan konsumsi kita masih tinggi dan produksi belum mampu menutup seluruh kebutuhan,” katanya.

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa produksi beras NTT tahun 2025 sebesar 443 ribu ton, sementara kebutuhan mencapai 689 ribu ton. Defisit ini masih bisa ditutupi dengan stok beras yang disiapkan Bulog, termasuk hasil impor tahun sebelumnya.

Agus menekankan tiga strategi utama untuk memperkuat ketahanan pangan dan mengendalikan inflasi: peningkatan produktivitas, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), dan perluasan akses pasar bagi hasil pertanian lokal.

Pertama, kita perlu mulai menerapkan teknologi dalam pertanian untuk mendorong efisiensi dan hasil panen. Kedua, peningkatan kompetensi petani juga penting, agar mereka mampu mengelola lahan secara optimal. Dan yang ketiga, kita harus menjamin adanya pasar bagi produk-produk lokal, agar petani tidak hanya didorong untuk menanam tapi juga punya kepastian menjual hasilnya,” papar Agus.

Sebagai contoh konkret, Bank Indonesia telah memfasilitasi pelatihan wirausaha muda di bidang pertanian. Sebanyak 25 peserta dilatih untuk menjadi petani modern dan diarahkan bekerja di sektor inovatif. 

Agus juga mencontohkan pendampingan yang dilakukan di Pulau Rote, di mana petani bawang diajari langsung oleh ahli dari Nganjuk, Jawa Timur.

Produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian NTT masih tergolong rendah. Agus mengungkapkan, jika secara nasional produktivitas rata-rata per tenaga kerja mencapai Rp 89,3 juta per tahun, maka di NTT hanya sekitar Rp 25,8 juta.

Kondisi ini bisa jadi disebabkan oleh sistem kerja yang belum efisien. Di daerah lain, satu hektare bisa dikerjakan tiga orang, tapi di NTT bisa sampai sepuluh orang. Ini berdampak pada rendahnya rata-rata produktivitas,” jelasnya.

Ia menambahkan, sektor industri pengolahan di NTT juga belum berkembang maksimal. Banyak hasil alam yang masih dijual dalam bentuk bahan mentah (raw material) tanpa pengolahan lebih lanjut. 

Hal ini tergambar dari data Pelindo yang menunjukkan jumlah muatan keluar dari pelabuhan lebih besar dibanding barang masuk, namun sebagian besar berupa komoditas mentah.

Untuk mengatasi tantangan pasar, Agus menyambut baik inisiatif Gubernur NTT yang menggagas program NTT Mart sebagai upaya memperkuat rantai distribusi produk lokal. 

Bank Indonesia pun turut mendorong gerakan konsumsi pangan lokal melalui program Gerakan Gemit Mart di Kota Kupang.

Kami juga telah menghubungkan petani daun kelor dan sayur-mayur dengan pelaku industri herbal dan pangan. Jangan sampai petani sudah bersusah payah, tapi bingung ke mana harus menjual hasil panennya,” ucap Agus.

Di akhir sambutannya, Agus mengajak seluruh pihak untuk membangun sinergi dan komitmen dalam memperkuat ketahanan pangan sebagai jalan menuju kesejahteraan masyarakat NTT.

Kalau kita mau maju, tidak cukup hanya menanam. Kita harus jamin kualitas, produktivitas, dan kepastian pasarnya. Mari kita bangun NTT, mulai dari petani yang berdaya dan masyarakat yang sejahtera,” tutupnya.


Editor: Ocep Purek 





TAGS

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.