Wagub Johni Klarifikasi Isu Larangan Pick Up: Tidak Dilarang, Tetapi Diatur Demi Ketertiban dan Keadilan
![]() |
Penjelasan Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma tentang kebijakan pemerintah provinsi NTT terkait larangan pick up untuk mengangkut penumpang. Foto: Ocep Purek |
Penegasan ini disampaikan Wagub Johni dalam jumpa pers di lantai 1 kantor Gubernur, Senin (14/7/2025) menyusul adanya aksi protes dan informasi keliru yang menyebar di tengah masyarakat terkait kebijakan Pemerintah Provinsi NTT mengenai transportasi lintas wilayah.
Menurut Johni, pemerintah tidak pernah mengeluarkan larangan bagi kendaraan jenis pick up untuk masuk ke Kota Kupang. Namun, pembatasan memang diberlakukan demi menjaga keadilan, keselamatan, dan keteraturan di tengah masyarakat.
“Tidak ada larangan pick up masuk Kupang. Tapi ada pengaturan. Kendaraan dari luar kota yang membawa barang dan penumpang wajib menurunkan penumpang di Terminal Noelbaki, dan penumpang melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan kota,” kata Johni dalam keterangan persnya.
Menjaga Keadilan dan Keselamatan
Kebijakan ini, jelas Johni, dikeluarkan untuk memastikan keberlangsungan usaha sopir angkot di dalam Kota Kupang yang selama ini sudah taat pada regulasi, termasuk izin dan kewajiban-kewajiban lainnya.
“Sopir-sopir angkot itu sudah tertib, setiap hari mereka mangkal dari pagi hingga malam. Kalau semua penumpang dari luar dibawa langsung oleh pick up ke pusat kota, sopir angkot tidak dapat penumpang. Ini soal keadilan juga,” tegasnya.
Dari sisi keselamatan, Johni menyebutkan bahwa kendaraan pick up yang diisi penumpang hingga 15–16 orang bahkan duduk di bak belakang sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa. Menurutnya, kendaraan jenis pick up tidak dirancang untuk angkut penumpang secara massal.
“Saya sendiri lihat langsung di lapangan. Penumpang duduk di pintu belakang, bahkan sampai di atas barang. Kalau rem mendadak atau tergelincir, bisa jatuh semua. Ini soal keselamatan,” ujarnya.
Informasi Keliru dan Provokasi
Johni juga menyesalkan adanya pemberitaan di media yang menyebut seolah-olah pemerintah melarang kendaraan pick up masuk kota dan tidak peduli terhadap kesejahteraan masyarakat. Ia menyatakan bahwa hingga kini tidak pernah ada upaya konfirmasi langsung kepada dirinya maupun Gubernur.
“Kalau ada yang bilang kami melarang, itu informasi salah dan menyesatkan. Kami terbuka untuk dialog. Tapi jangan memprovokasi masyarakat dengan informasi keliru,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan kajian menyeluruh sebelum mengeluarkan Surat Edaran Gubernur NTT tertanggal 5 Juni 2024. Kajian itu mencakup aspek ekonomi, keadilan, keselamatan, hingga legalitas.
Berdasarkan temuannya di lapangan, Johni juga menyanggah klaim bahwa pick up tidak memungut biaya barang.
“Saya tanya langsung ke penumpang. Dari Amarasi ke Pasar Oeba, penumpang bayar Rp20.000. Barang juga satu karung Rp20.000. Jadi tidak benar kalau katanya gratis,” katanya.
Pemerintah Tidak Ingin Menyengsarakan Rakyat
Johni menegaskan bahwa semua kebijakan pemerintah selalu bertujuan baik, yaitu menjaga keteraturan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami tidak pernah berniat menyusahkan rakyat. Tapi kalau semua bebas-bebas saja, bisa bentrok nanti antara sopir pick up dan angkot. Itu yang kami hindari,” ujarnya.
Ia juga meminta agar aksi-aksi unjuk rasa disampaikan secara tertib dan tidak anarkis. Johni mengingatkan bahwa perusakan fasilitas umum dan provokasi massa bisa diproses hukum.
“Demo silakan, itu hak. Tapi jangan merusak. Kalau ada lagi aksi anarkis seperti kemarin, kami bisa proses hukum. Bukti-bukti perusakan pagar dan provokasi sudah ada,” tandasnya.
Di akhir pernyataannya, Johni mengajak semua pihak baik sopir pick up maupun sopir angkot untuk sama-sama menaati aturan demi menciptakan suasana masyarakat yang tertib dan sejahtera.
“Pemerintah hadir untuk semua. Mari kita jaga ketertiban bersama. Jangan berpikir pemerintah menyengsarakan, justru kami bekerja keras untuk menjaga keselamatan dan memberikan keadilan bagi semua,” pungkasnya.
Editor: Ocep Purek