Gubernur Melki Laka Lena: Juru Bicara Harus Organik, Bukan Sekadar Mesin Pemerintah
![]() |
Gubernur NTT Melki Laka Lena memberikan arahan dalam Pelatihan Tim Juru Bicara, Media Sosial, dan Konten Kreator lingkup Pemerintah Provinsi NTT. Foto: Ocep Purek |
Kegiatan ini diikuti oleh para ASN dan tenaga muda kreatif dari berbagai OPD. Hadir pula Kepala Dinas Kominfo NTT, Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT, serta sejumlah pejabat lingkup provinsi.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Melki Laka Lena menegaskan pentingnya membangun ekosistem komunikasi publik yang sehat, organik, dan berakar dari kesadaran bersama, bukan sekadar tugas birokratis.
“Tim juru bicara pemerintah ini tidak boleh kaku seperti mesin. Mereka harus organik lahir dari hati, dari pengalaman, dari nalar dan perasaan masyarakat NTT sendiri,” tegas Melki.
Dalam gaya tutur yang akrab dan reflektif, Melki mengingatkan bahwa kepemimpinan bukan semata urusan jabatan, tetapi ruang untuk menumbuhkan orang lain.
Ia mendorong para peserta agar melihat posisi mereka sebagai kesempatan untuk melayani dan memperluas manfaat bagi publik.
“Lihat saya bukan hanya sebagai gubernur. Saya hanyalah teman yang kebetulan Tuhan kasih jabatan ini untuk sementara waktu. Saya pakai jabatan ini supaya lebih banyak orang bisa bertumbuh dengan baik dan sehat,” ungkapnya.
Melki juga menegaskan bahwa komunikasi publik harus dibangun dengan semangat kolaboratif. Setiap tulisan, konten, atau pernyataan yang dihasilkan tim komunikasi pemerintah bukanlah milik pribadi, melainkan milik publik yang harus dijaga kredibilitas dan integritasnya.
Gubernur Melki mengingatkan bahwa tugas seorang juru bicara bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga merawat suasana batin publik.
Dalam dunia digital yang sering gaduh dan penuh disinformasi, juru bicara harus menjadi “penyembuh”, bukan “pemantik api”.
“Hidup pemerintahan itu penuh caci maki, tapi kalau kita jaga dengan hati yang sehat, gaduh itu bisa menjadi energi kebaikan. Gaduh itu perlu, asalkan untuk memperbaiki, bukan menghancurkan,” ujar Melki penuh makna.
Ia menambahkan, tim komunikasi pemerintah perlu berani berdebat secara sehat, saling mengoreksi, dan tetap menumbuhkan rasa hormat antar anggota.
“Setiap kritik adalah vitamin, asal tidak beracun,” ujarnya disambut tawa peserta.
Melki juga berbagi pengalaman mengenai praktik komunikasi di beberapa daerah dan kementerian di Jakarta. Ia berharap NTT bisa memiliki ekosistem digital yang kuat dan tangguh.
Tim komunikasi, menurutnya, harus menjadi “pasukan udara” yang mampu menyebarkan semangat positif dan memperjelas arah pembangunan NTT di ruang publik.
“Kalau pasukan udaranya kuat mereka yang menjaga narasi dan informasi maka pasukan darat di lapangan bisa bekerja lebih tenang dan produktif,” kata Melki.
Gubernur juga meminta agar hasil pelatihan ini segera ditindaklanjuti dengan praktik nyata di lapangan.
“Sudah cukup belajar berenang. Sekarang waktunya nyebur,” ucapnya menggugah semangat peserta.
Di akhir arahannya, Gubernur Melki mengingatkan agar setiap konten yang dihasilkan pemerintah selalu membawa pesan kemanusiaan dan ketulusan.
Ia percaya bahwa komunikasi yang baik bukan soal kemampuan teknis semata, tetapi soal niat untuk menghadirkan kebaikan.
“Mari kita tulis, berbicara, dan mencipta bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menghidupkan. Kita sedang membuat sejarah baru sejarah komunikasi publik NTT yang sehat, jujur, dan membangun peradaban baru,” pungkasnya.
Editor: Ocep Purek