Gubernur NTT Hadiri Penutupan Hari Pangan Sedunia di Tarus: Gereja dan Pemerintah Bersatu Wujudkan Kedaulatan Pangan
![]() |
| Sambutan Gubernur NTT Melki Laka Lena dalam perayaan penutupan Hari Pangan Sedunia Keuskupan Agung Kupang di Gereja Paroki St. Simon Petrus Tarus. Foto: Ocep Purek |
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena, hadir bersama Uskup Agung Kupang, Mgr. Hironimus Pakaenoni, para imam, suster, bruder, biarawan-biarawati, petani, nelayan, dan umat Katolik dari berbagai wilayah.
Tema global tahun ini, “Hand in Hand for Better Food and a Better Future” Bergandengan Tangan untuk Pangan dan Masa Depan yang Lebih Baik menjadi panggilan nyata bagi Gereja dan Pemerintah untuk bekerja bersama memastikan setiap meja rakyat dipenuhi pangan sehat dan bermartabat.
Dalam sambutannya, Uskup Agung Kupang, Mgr. Hironimus Pakaenoni, menegaskan bahwa persoalan pangan bukan semata soal produksi dan distribusi, melainkan juga soal keadilan dan kemanusiaan.
“Pangan bukan sekadar berkat Tuhan, tetapi juga hak setiap orang tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Allah menciptakan bumi ini agar dikelola dan dinikmati bersama. Karena itu, setiap petani yang sederhana pun berhak atas hasil kerja yang layak,” ujar Uskup Hironimus.
Beliau menyoroti pentingnya paradigma ekologi integral keseimbangan antara manusia dan alam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk pertanian, peternakan, dan ekonomi.
“Ketika kita mengolah tanah, kita dipanggil tidak hanya untuk menghasilkan pangan, tetapi juga menjaga kelestarian alam demi generasi mendatang. Perubahan iklim ekstrem hari-hari ini adalah tanda bahwa kita harus kembali merawat bumi dengan penuh tanggung jawab,” tambahnya.
Uskup Pakaenoni juga menegaskan komitmen Gereja untuk terus berpihak pada kehidupan dan pangan lokal sebagai wujud nyata kasih Allah yang memberi hidup.
Dalam sambutannya, Gubernur Melki Laka Lena menyampaikan rasa syukur dapat merayakan Hari Pangan Sedunia bersama umat di Tarus, sekaligus menegaskan arah baru kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat pangan lokal di NTT.
“Kita ingin semua potensi pangan lokal sorgum, jagung, kelor, umbi-umbian tidak hanya diproduksi, tetapi juga dikonsumsi masyarakat sendiri. Pangan lokal bukan makanan masa lalu, melainkan masa depan,” tegas Gubernur Melki.
Ia mengumumkan rencana pembentukan cluster keagamaan pangan di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, sebagai wadah sinergi antara pemerintah dan lembaga-lembaga agama dalam pengembangan pertanian dan ketahanan pangan.
“Apabila ada paroki, biara, atau sekolah yang ingin menggerakkan pertanian dan perkebunan, pemerintah akan membantu melalui penyediaan bibit, pupuk, hingga akses pasar. Ini bentuk nyata kolaborasi iman dan kebijakan publik,” jelasnya.
Melki juga mengungkapkan bahwa sektor pertanian kini menyumbang sekitar 30% terhadap PDRB NTT, menjadi tulang punggung stabilitas ekonomi daerah.
“Kami ingin memastikan tangan-tangan lokal kita tetap bekerja, tanah-tanah kita tetap subur, dan hasilnya kembali memberi makan anak-anak kita sendiri,” ujarnya.
Perayaan Hari Pangan Sedunia kali ini tidak hanya berbicara tentang produksi pangan, tetapi juga tentang spiritualitas pangan.
“Mencintai pangan lokal adalah bentuk ibadah. Saat kita menanam dan mengolah hasil bumi dari tanah kita sendiri, kita sedang mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah,” kata Gubernur Melki.
Ia menegaskan bahwa perjuangan pangan lokal berkaitan langsung dengan agenda besar penurunan kemiskinan ekstrem dan penanganan stunting di NTT.
“Menghidupkan kembali pangan lokal seperti sorgum dan kelor bukan hanya gerakan ekonomi, tetapi juga strategi sosial dan moral untuk memastikan setiap anak NTT tumbuh sehat, cerdas, dan kuat,” ujarnya.
Kerja sama antara Keuskupan Agung Kupang dan Pemerintah Provinsi NTT menjadi simbol nyata tema global Hand in Hand. Gereja memperkuat kesadaran spiritual dan moral, sementara pemerintah membuka ruang kebijakan dan fasilitas.
“Kita tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah, Gereja, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bergandengan tangan agar setiap rumah tangga di NTT mampu menyediakan pangan yang sehat dan bermartabat,” tutur Gubernur Melki.
Dari sorgum, kelor, dan jagung di ladang-ladang kecil hingga dapur keluarga sederhana, semangat Hari Pangan Sedunia di Tarus menegaskan bahwa kesejahteraan sejati dimulai dari meja makan rakyat.
“Semoga dari tanah ini, dari bulir-bulir jagung dan umbi-umbian yang tumbuh di ladang-ladang kita, lahir masa depan yang lebih sehat, mandiri, dan penuh harapan bagi seluruh anak NTT,” tutup Gubernur Melki.
Uskup Pakaenoni menutup misa dengan doa agar dari tanah NTT lahir generasi baru yang mencintai bumi dan menghormati pangan.
Editor: Ocep Purek
