Gubernur Melki dan Wamendiktisaintek Tegaskan Perguruan Tinggi Harus Jadi Motor Perubahan NTT
![]() |
Gubernur NTT Melki Laka Lena dan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Prof. Dr. Fauzan, M.Pd. Foto: Ocep Purek |
Acara ini juga dihadiri jajaran pejabat Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Deputi Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, para Dirjen dan Direktur, unsur Forkopimda NTT, para rektor, Ketua Sinode GMIT, dan Ketua Kadin NTT.
Kepala LLDIKTI Wilayah XV, Prof. Dr. Adrianus Amheka, ST., M.Eng., melaporkan kondisi terkini pendidikan tinggi di NTT.
Menurutnya, LLDIKTI XV membawahi 65 perguruan tinggi dengan 93.282 mahasiswa aktif dan 3.127 dosen. Namun, kualitas tenaga pengajar masih menjadi pekerjaan rumah mendesak.
“Dosen bergelar doktor baru 9 persen, sementara guru besar hanya 12 orang. Mayoritas dosen masih S2. Padahal, kualitas pendidikan tinggi sangat ditentukan oleh kualifikasi dosen,” jelas Amheka.
Ia menambahkan, 97 persen perguruan tinggi di NTT sudah terakreditasi, demikian juga 98 persen program studi.
“Kami menargetkan dalam dua tahun ke depan minimal 50 persen dosen sudah memiliki jabatan fungsional, dan lebih banyak kampus naik peringkat ke Unggul,” tegasnya.
Dalam bidang riset, total dana penelitian dan pengabdian masyarakat di NTT mencapai Rp16,2 miliar pada 2025.
“Target kami, 90 persen kampus bisa mengakses hibah penelitian dalam 3–4 tahun ke depan,” katanya.
Program KIP Kuliah juga meningkat, dengan 12.615 mahasiswa penerima. Sementara itu, mahasiswa turut berperan dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem melalui KKN tematik di 25 desa sasaran.
Dalam arahannya, Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan bahwa provinsi ini sedang berada di persimpangan sejarah pembangunan.
NTT, katanya, menghadapi tantangan serius: stunting 37 persen, kemiskinan ekstrem, IPM rendah, serta kualitas pendidikan yang memprihatinkan di peringkat 35 dari 38 provinsi.
“Dulu NTT mengirim banyak guru ke luar daerah. Ironisnya, kini pendidikan kita sendiri di papan bawah. Ini sinyal kuat kita harus berbenah,” ujar Melki.
Ia menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dalam tiga pilar utama:
1. Penelitian dan Inovasi untuk mendukung kebijakan pemerintah.
2. Kawah Candradimuka SDM melalui KKN tematik yang menjadikan mahasiswa agen perubahan.
3. Pengabdian dan Evaluasi dengan model intervensi inovatif serta umpan balik independen.
“Investasi paling fundamental adalah SDM, bukan SDA. NTT adalah otak intelektual dan jantung penggerak. Dengan kolaborasi, kita bisa mencetak SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045,” tegas Melki.
Sementara itu, Wamen Pendidikan Tinggi, Prof. Dr. Fauzan, M.Pd., menegaskan bahwa perguruan tinggi harus menjadi problem solver (pemecah masalah), bukan bagian dari masalah.
“Tagline pendidikan tinggi berdampak bukan hal baru. Nilai itu sudah melekat dalam Pancasila dan agama kita. Tinggal bagaimana menjadikannya misi institusional kampus,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya aksi nyata, bukan hanya seremoni.
“Kesepakatan di atas kertas tidak cukup. Kita harus bergerak dan berpikir 5–10 tahun ke depan, NTT mau dijadikan apa,” tegasnya.
Fauzan juga mengapresiasi konsorsium riset antarperguruan tinggi bersama Pemda.
“Jika NTT bisa, maka daerah lain juga bisa. Keberhasilan ini akan kita deklarasikan di Jakarta sebagai contoh baik,” katanya.
Rangkaian acara ditutup dengan penandatanganan MoU antara Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI dengan Pemerintah Provinsi NTT yang ditandatangani langsung oleh Wamen Fauzan dan Gubernur Melki Laka Lena, serta penyerahan cinderamata.
Editor: Ocep Purek