Gubernur Melki Dorong Sumber Pertumbuhan Baru, Bidik Ekonomi NTT Tumbuh 8 Persen pada 2029
![]() |
| Sambutan Gubernur NTT Melki Laka Lena dalam acara Flobamorata Business and Economic Forum 2025. Foto: Ocep Purek |
Penegasan ini disampaikan Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena dalam Keynote Speech pada Flobamorata Business and Economic Forum 2025 yang digelar Bank Indonesia di Aula El Tari, Senin (24/11/2025).
Turut hadir dalam kegiatan tersebut unsur Forkopimda Gov III, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Adidoyo Prakoso, para narasumber yakni Alexander Lubis (Ekonom Ahli Departemen Kebijakan Makroprudensial BI), Septian Hario Seto (Anggota sekaligus Sekretaris Eksekutif Dewan Ekonomi Nasional), dan Zaafri Ananto Husodo (Ketua Departemen Ilmu Manajemen FEB UI). Hadir pula Direktur Umum dan Operasional Bank NTT Rahmat Saleh, pimpinan perangkat daerah, pimpinan perbankan di Kota Kupang, serta pimpinan lembaga vertikal, BUMN, BUMD, dan ketua asosiasi dunia usaha.
Forum ekonomi yang menghimpun pengambil kebijakan nasional, akademisi, dan pelaku usaha tersebut menjadi wadah strategis untuk merumuskan langkah percepatan pertumbuhan ekonomi NTT di tengah perlambatan sektor pertanian dan tingginya risiko kredit yang masih membayangi perbankan daerah.
Gubernur Melki Laka Lena menegaskan bahwa NTT membutuhkan “sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru” untuk mengejar target pertumbuhan 8 persen pada 2029, dengan menempatkan hilirisasi pertanian–perikanan, energi terbarukan, produk kreatif, serta industrialisasi sebagai pilar utama.
Dalam sambutannya, Gubernur Melki Laka Lena mengapresiasi inisiatif Bank Indonesia yang menggabungkan forum nasional dengan kajian akademik sebagai ruang perumusan kebijakan berbasis data.
Melki menegaskan bahwa pemerintah provinsi telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029 dalam RPJMD yang baru.
“NTT membutuhkan new sources of growth. Kita memiliki fondasi kuat: pariwisata kelas dunia, pertanian–peternakan sebagai tulang punggung, potensi hilirisasi perikanan dan garam, energi baru terbarukan, hingga ekonomi kreatif berbasis tenun dan kopi,” kata Melki.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah sedang mendorong hilirisasi produk lokal melalui konsep One Village One Product (OVOP) yang diperdagangkan melalui NTT Mart dan Dapur Flobamorata. Namun strategi tersebut harus ditopang industrialisasi yang mampu memberikan nilai tambah nyata.
“Potensi saja tidak cukup. Kita butuh industri pengolahan. Kalau hilirisasi berjalan baik, pasti muncul industri di pertanian, kelautan, perikanan, dan peternakan,” tegasnya.
Gubernur turut mengungkapkan bahwa NTT telah membuka kerja sama investasi dengan Pemprov Jawa Timur senilai Rp1,82 triliun, dan dalam waktu dekat akan memperluas kolaborasi ekonomi bersama Provinsi Bali dan NTB. Minat investasi dari Tiongkok dalam bidang pariwisata dan perikanan juga disebut terus berkembang.
Melki menginstruksikan agar seluruh desa/kelurahan memiliki minimal satu produk unggulan yang mampu menembus pasar provinsi. Bahkan konsep tersebut diperluas menjadi One Community One Product untuk memastikan setiap komunitas bisa menghasilkan nilai tambah ekonomi.
“Tolong dibantu para pembicara untuk memperkuat strategi hilirisasi dan industrialisasi. Kita harus memastikan produk lokal punya nilai tambah dan bisa menyeimbangkan neraca perdagangan daerah,” tambahnya.
Melki juga mengungkapkan bahwa Pemprov NTT telah mewajibkan ASN membeli produk OVOP melalui NTT Mart sebagai bagian dari upaya penguatan pasar lokal dan keberlanjutan produksi UMKM.
“Ini bukan hanya kebijakan ekonomi, tapi gerakan sosial untuk memastikan produk kita masuk pasar dan UMKM kita bertahan,” ujarnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Adidoyo Prakoso, dalam Leader’s Insight memaparkan kondisi ekonomi terkini. Ia menyebut pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2025 melambat akibat turunnya produksi padi dan pergeseran musim tanam, meski optimisme konsumsi masyarakat meningkat.
“Perlambatan pertanian menahan laju ekonomi NTT. Namun kredit produktif mulai membaik, permintaan kredit meningkat, dan ini menunjukkan aktivitas ekonomi yang kembali bergerak,” ujar Adidoyo.
Ia menegaskan stabilitas harga di NTT tetap terjaga sesuai sasaran nasional sebesar 2,5 persen, meski beberapa daerah masih membutuhkan perhatian khusus terhadap tekanan inflasi pangan.
Sementara itu, perbankan di NTT menunjukkan tanda pemulihan walaupun masih berada dalam zona kontraksi. Adidoyo menyebut tantangan terbesar adalah risiko kredit yang meningkat serta rendahnya kemampuan awal masyarakat untuk mengakses pembiayaan produktif.
Editor: Ocep Purek
