News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Geothermal Picu Perpecahan Sosial di Flores, Gubernur Melki Sindir Keras: Ribut di Medsos, Tapi Tak Pernah Turun ke Lokasi

Geothermal Picu Perpecahan Sosial di Flores, Gubernur Melki Sindir Keras: Ribut di Medsos, Tapi Tak Pernah Turun ke Lokasi

Gubernur NTT, Melki Laka Lena dan para tokoh akademisi dan politik dalam forum Dialog Nusantara (FDN) Seri XVIII Tahun 2025. Foto: Tim
Jakarta,NTTPRIDE.com— Isu panas bumi atau geothermal kembali memanaskan suhu sosial di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Proyek energi terbarukan yang sejatinya dirancang untuk ketahanan energi ini justru menimbulkan ketegangan horizontal di tengah masyarakat. 

Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, akhirnya buka suara dan meluruskan banyak kesimpangsiuran publik.

Berbicara dalam Forum Dialog Nusantara (FDN) Seri XVIII Tahun 2025 di Perpustakaan Habibie & Ainun, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025), Gubernur Melki secara terbuka mengungkap konflik sosial yang kini menyelimuti dua lokasi proyek geothermal: Mataloko di Ngada dan Poco Leok di Manggarai Barat.

Yang ribut di media sosial itu banyak yang belum pernah turun ke lokasi. Tapi mereka sudah paling keras menolak. Ini yang bikin informasi jadi bias, dan warga yang di lapangan jadi korban opini,” tegas Melki di hadapan peserta forum.

Gubernur Melki tidak menampik bahwa proyek geothermal telah memicu keretakan dalam komunitas lokal, bahkan sampai ke level keluarga dan kampung.

Yang luka itu bukan hanya soal pengeboran, tapi soal persaudaraan. Ada keluarga tidak saling bicara karena beda pendapat soal geothermal. Ada kampung yang terpecah karena beda posisi,” ungkapnya dengan nada prihatin.

Ia menegaskan bahwa pendekatan pemerintah tidak boleh sekadar teknis atau administratif, tetapi harus melibatkan proses dialog sosial yang jujur dan inklusif.

Saya turun langsung ke Poco Leok. Yang katanya paling keras menolak itu justru pertama menyambut kami. Ini membuktikan, konflik kadang digoreng oleh narasi luar yang tidak sesuai realitas lapangan,” kata Melki.

Melki juga menyinggung tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya dan sejumlah kepala daerah di Flores, bahwa mereka disebut menerima imbalan dari pengembang geothermal.

Saya dibilang terima uang, bupati juga dituduh begitu. Tapi semua itu tanpa bukti. Kalau memang ada, silakan cek. Jangan rusak kepercayaan publik hanya karena hoaks,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa pemerintah daerah hanya menjalankan amanat RUEN dan RUED rencana energi nasional dan daerah yang sudah diputuskan jauh sebelum ia menjabat sebagai gubernur.

Di tengah gonjang-ganjing panas bumi, Gubernur Melki menunjukkan satu contoh sukses: PLTP Ulumbu di Kabupaten Manggarai. Proyek ini sudah berjalan lebih dari 13 tahun tanpa konflik.

 “Di Ulumbu, pembangkit jalan, lingkungan aman, masyarakat juga untung. CSR jalan, bagi hasil ada, dan tidak ada satu pun protes berarti. Jadi geothermal itu bisa kok, kalau komunikasinya benar,” ungkapnya.

Berdasarkan data Pemprov NTT, total potensi panas bumi di provinsi ini mencapai 1.149 megawatt (MW). Namun dari potensi itu, pemanfaatan masih minim karena penolakan sosial, akses infrastruktur terbatas, dan kesenjangan informasi.

Melki menekankan, keberhasilan pengembangan geothermal sangat tergantung pada keterlibatan masyarakat sejak awal. Pemaksaan tanpa komunikasi hanya akan melahirkan penolakan, fitnah, dan trauma jangka panjang.

Geothermal bukan sekadar sumur bor dan uap panas. Ini menyangkut tanah, identitas, dan sejarah komunitas lokal. Harus ada ruang dialog, ruang percaya, dan ruang transparansi,” katanya.

Melki juga menegaskan bahwa Pemprov NTT tidak akan memaksakan proyek geothermal jika masyarakat tidak siap. Ia menolak logika pembangunan yang mengorbankan relasi sosial dan budaya lokal.

Kalau masyarakat tolak, kita evaluasi. Tapi kalau masyarakat mau dialog, kita duduk bersama. Prinsipnya, jangan karena proyek, kampung jadi pecah. Energi boleh panas, tapi hati kita jangan ikut terbakar,” tandasnya.


Editor: Ocep Purek 

TAGS

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.