News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Gubernur Melki Tekankan Kolaborasi dan Kemandirian Ekonomi Jadi Kunci Tuntaskan Kemiskinan dan Stunting di NTT

Gubernur Melki Tekankan Kolaborasi dan Kemandirian Ekonomi Jadi Kunci Tuntaskan Kemiskinan dan Stunting di NTT

Sambutan Gubernur NTT Melki Laka Lena dalam rapat Koordinasi dan Kolaborasi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan Lintas Sektor dalam Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan Percepatan Penurunan Stunting. Foto: Ocep Purek 
Kupang,NTTpride.com— Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan bahwa perjuangan melawan kemiskinan ekstrem dan stunting di NTT bukan hanya persoalan administratif, melainkan gerakan kemanusiaan yang menuntut kolaborasi semua pihak pemerintah, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat desa.

Ini bukan sekadar angka atau target nasional. Ini tentang anak-anak kita, tentang keluarga kita, tentang masa depan manusia NTT,” ujar Gubernur Melki dalam kegiatan Koordinasi dan Kolaborasi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan Lintas Sektor dalam Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan Percepatan Penurunan Stunting di Hotel Aston Kupang, Senin (27/10/2025).

Kegiatan ini diinisiasi oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (KemenDukBangga)/BKKBN, dihadiri secara virtual oleh Menteri Dr. Wihaji, S.Ag., M.Pd., serta diikuti jajaran kementerian, perguruan tinggi, dan OPD se-NTT.

Gubernur Melki menyebut NTT masih menghadapi dua tantangan serius kemiskinan ekstrem dan stunting yang bukan sekadar urusan statistik, melainkan menyentuh harkat dan martabat manusia.

Data tahun 2024 menunjukkan tingkat kemiskinan di NTT masih 19,48 persen, dan angka stunting 37 persen. Angka ini bukan sekadar data, tapi potret kehidupan warga kita yang masih berjuang setiap hari. Tugas kita bukan hanya menurunkan angka, tetapi memastikan setiap anak NTT tumbuh sehat, bahagia, dan penuh harapan,” tegasnya.

Menurut Gubernur, persoalan kemiskinan dan stunting berakar dari ketimpangan akses terhadap pangan bergizi, air bersih, pendidikan, dan kesehatan di wilayah pedesaan dan kepulauan.

Berdasarkan data BKKBN, jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) di NTT turun signifikan dari 431.247 keluarga pada 2022 menjadi 331.116 keluarga pada 2024. Namun tiga kabupaten masih mencatat angka tertinggi: Sumba Barat Daya, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Timur.

Ini hasil kerja keras kader posyandu, penyuluh, dan tenaga kesehatan. Tapi perjuangan belum selesai. Kita perlu bekerja lebih keras di daerah-daerah yang masih tertinggal,” ujar Melki.

Ia menegaskan, pencegahan stunting harus dimulai sejak masa pra-nikah, kehamilan, hingga anak usia dua tahun (baduta), dengan pendekatan berbasis keluarga dan komunitas.

Pemerintah Provinsi NTT telah menindaklanjuti program Quick Wins BKKBN melalui Surat Edaran Gubernur kepada seluruh kepala daerah se-NTT. Lima gerakan utama itu mencerminkan semangat gotong royong dan pembangunan manusia dari bawah:

1. Gerakan Orangtua Asuh Cegah Stunting (Genting) – melibatkan semua unsur masyarakat dalam mendukung 1000 Hari Pertama Kehidupan.

2. Penguatan Posyandu – pusat deteksi dini risiko stunting dan edukasi gizi.

3. Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya) – integrasi layanan Posyandu, PAUD, dan TPA.

4. Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) – mendorong peran aktif ayah dalam pengasuhan anak.

5. Lansia Berdaya (SIDAYA) – membentuk komunitas lansia produktif.

Kelima program ini menggambarkan pendekatan pembangunan manusia yang utuh dari bayi hingga lansia, dari keluarga hingga komunitas. Ini wajah gotong royong NTT,” kata Melki.

Gubernur Melki mengingatkan bahwa semangat gotong royong yang diwariskan Bung Karno di Ende adalah inti dari Pancasila dan harus menjadi napas pembangunan di NTT.

Gotong royong adalah fondasi Pancasila. Kita wujudkan semangat itu dalam kolaborasi lintas sektor untuk menurunkan kemiskinan dan stunting. Tidak ada pihak yang bisa bekerja sendiri,” tegasnya.

Ia juga mendorong perguruan tinggi agar memperkuat riset, data, dan evaluasi lapangan berbasis teknologi real-time, sehingga hasil program lebih akurat dan transparan.

Gubernur Melki menegaskan, penghapusan kemiskinan tidak cukup dengan bantuan sosial. Kemandirian ekonomi masyarakat harus menjadi pondasi utama.

Di mana-mana kita harus mulai memutar ekonomi dari potensi yang ada di daerah sendiri. Misalnya, kita masih impor air mineral dan pinang dari luar, padahal sumber air kita melimpah dan pinang bisa kita tanam sendiri. Nilai impornya mencapai Rp700 miliar, ini ironi,” ungkap Melki.

Ia mendorong gerakan Beli NTT, One Village One Product, NTT Mart, dan Dapur Flobamorata untuk memperkuat rantai ekonomi lokal.

Kalau Bali punya Krisna, pusat oleh-oleh khas daerah, maka NTT juga bisa punya pusat produk lokal sendiri. Dengan begitu uang berputar lebih lama di NTT dan menumbuhkan kebanggaan terhadap karya anak daerah,” tambahnya.

Menutup sambutannya, Gubernur Melki kembali menegaskan bahwa pembangunan NTT harus dimulai dari keluarga.

Tidak ada NTT yang maju tanpa keluarga yang sejahtera. Tidak ada NTT yang kuat tanpa anak-anak yang sehat. Mari kita satukan langkah, agar NTT menjadi provinsi yang maju, sehat, cerdas, sejahtera, dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Sementara itu, dalam sambutan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag., M.Pd., yang dibacakan oleh Deputi Bidang Penggerakan dan Peran Serta Masyarakat, Dr. Sukaryo Teguh Sutanto, M.Pd., ditegaskan bahwa NTT kini menjadi contoh praktik baik kolaborasi nasional dalam percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dan penurunan stunting.

Koordinasi, kolaborasi, dan sinergi lintas sektor adalah kunci. Pemerintah, TNI-Polri, perguruan tinggi, swasta, tokoh agama, dan media harus berjalan bersama. Tanpa itu, target nasional 0 persen kemiskinan ekstrem dan 14 persen stunting pada 2029 tidak akan tercapai,” ujar Dr. Sukaryo.

Ia menambahkan, data BPS menunjukkan penurunan kemiskinan ekstrem di NTT dari 3,93 persen (2023) menjadi 2,82 persen (2024), dan penurunan stunting dari 37,9 persen menjadi 37 persen.

Kemiskinan ekstrem dan stunting saling terkait. Keluarga miskin lebih berisiko melahirkan anak stunting, dan anak stunting akan lebih sulit keluar dari kemiskinan. Jadi, penghapusan kemiskinan ekstrem adalah jalan menuju generasi bebas stunting,” tegasnya.

Menurutnya, BKKBN berkomitmen memperkuat data keluarga berbasis intervensi serta memperluas kemitraan riset dengan perguruan tinggi agar kebijakan yang diambil benar-benar berbasis bukti dan berdampak nyata.


Editor: Ocep Purek 






TAGS

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.