Asti Laka Lena Ingatkan Dua Bom Waktu NTT: HIV/AIDS dan Kekerasan Seksual, Edukasi Sejak Dini Jadi Kunci
![]() |
Pemaparan materi oleh Ketua TP PKK NTT Asti Laka Lena dalam Pertemuan Penguatan Forum Kemaritiman 9 Lokus dan Kota Kupang. Foto: Ocep Purek |
Pesan itu disampaikannya saat menghadiri sekaligus menjadi narasumber dalam Pertemuan Penguatan Forum Kemaritiman 9 Lokus dan Kota Kupang untuk Pencegahan dan Pengendalian ATM serta Technical Workshop Rencana Aksi Daerah (RAD) 2025–2030 yang digelar di Aula Cendana Wangi Poltekkes Kemenkes Kupang, 27–28 Agustus 2025.
Dalam forum tersebut, Asti menyuarakan keprihatinannya atas angka HIV/AIDS di NTT yang terus meningkat. Ia menyebut masalah ini bisa menjadi “bom waktu” bila tidak segera diantisipasi dengan strategi yang terstruktur.
“HIV/AIDS ini ibarat bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Biaya penanganannya sangat tinggi, dampak sosial dan budaya pun luar biasa. Jika pemerintah tidak menyiapkan langkah antisipasi sejak sekarang, kita akan menghadapi kesulitan besar di tengah keterbatasan anggaran,” tegas Asti.
Asti menegaskan bahwa pencegahan tidak cukup hanya melalui layanan kesehatan, tetapi harus dimulai dengan edukasi yang terintegrasi di semua lini pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, hingga masyarakat umum.
“Tidak ada cara yang lebih efektif selain edukasi. Kami sedang berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan agar materi perlindungan perempuan, anak, dan kesehatan reproduksi masuk sebagai bagian dari kurikulum wajib. Anak-anak harus diperkenalkan sejak dini dengan bahasa yang sesuai usia mereka,” ujarnya.
Menurutnya, dengan menjadikan materi pencegahan sebagai kurikulum wajib, pesan edukasi akan berkesinambungan dan tidak hilang setelah sekali diberikan.
Sebagai langkah konkret, TP PKK NTT bersama sejumlah mitra tengah menyiapkan pilot project pendidikan seksual di 3–6 kabupaten. Program ini mencakup edukasi bagi anak-anak PAUD hingga SMA dengan pendekatan yang sesuai usia, serta edukasi parenting bagi orang tua.
“Anak-anak sekarang hidup di dunia yang jauh berbeda dengan zaman kita. Karena itu orang tua juga harus terus meng-update diri agar mampu mendampingi anak secara tepat. Edukasi tidak hanya untuk anak, tetapi juga bagi orang tua dan guru sebagai pendamping utama mereka,” jelas Asti.
Dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) 2025–2030, Asti meminta agar dunia pendidikan dilibatkan secara penuh. Ia mengusulkan materi pencegahan HIV/AIDS, kekerasan seksual, serta perlindungan perempuan dan anak dapat diintegrasikan ke dalam muatan lokal maupun kurikulum wajib di sekolah.
“Harapan saya, RAD ini tidak hanya menjadi dokumen, tetapi panduan nyata. Dunia pendidikan harus diberi peran strategis. Jika masuk kurikulum wajib, materi ini bisa diberikan secara periodik dan berkesinambungan, bukan sekadar sekali lalu hilang,” tandasnya.
Asti juga menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor agar semua daerah di NTT mendapat akses pencegahan yang merata. Dengan keterbatasan sumber daya, katanya, pola percontohan (pilot project) dapat dikembangkan untuk kemudian direplikasi di kabupaten/kota lain.
Di akhir paparannya, Asti menekankan pentingnya monitoring dan evaluasi sebagai alat ukur keberhasilan program.
“Kita sudah keluarkan banyak tenaga, pikiran, waktu, dan anggaran. Jangan sampai berhenti tanpa hasil. Evaluasi dan monitoring harus ada agar kita tahu sejauh mana upaya ini memberi dampak. Hanya dengan begitu kita bisa bergerak bersama dari provinsi hingga kabupaten/kota di seluruh NTT,” pungkasnya.
Editor: Ocep Purek