Konflik Sumur Bor Memanas, Bupati Ratu Wulla dan Dinas Pertanian SBD Dituding Lepas Tangan
Tambolaka, NTTPRIDE.com – Polemik proyek sumur bor di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) terus berlarut tanpa kejelasan. Proyek yang semestinya menjadi harapan bagi kelompok tani justru berujung konflik antara Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan SBD, lima kelompok tani, serta rekanan pihak ketiga, CV Gasrem Surya Perdana.
Permasalahan bermula dari intervensi Dinas Pertanian SBD yang mengarahkan seluruh pelaksanaan proyek agar menggunakan satu merek pompa air, yakni Lorens.
Anehnya, intervensi tersebut bahkan dicantumkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), meskipun proyek ini berstatus swakelola, yang seharusnya tidak membolehkan keterlibatan langsung dinas dalam pengambilan keputusan teknis di lapangan.
Dari 32 kelompok tani penerima manfaat proyek, lima kelompok tani menolak arahan dinas dan memilih mencari rekanan pihak ketiga untuk menyelesaikan pekerjaan.
Mereka akhirnya menggandeng CV Gasrem Surya Perdana sebagai mitra pelaksana. Langkah ini memicu ketegangan antara dinas dan kelompok tani.
Akibat konflik tersebut, pencairan dana tahap akhir bagi lima kelompok tani tersebut hingga kini belum direalisasikan. Kelima kelompok merasa hak mereka diabaikan dan mulai mencari jalan keluar untuk mendapatkan kejelasan.
Kelima kelompok tani sempat melakukan audiensi dengan Bupati SBD untuk menyampaikan persoalan ini. Dalam pertemuan tersebut, Bupati SBD dikabarkan telah memberikan instruksi kepada Dinas Pertanian dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk segera mencairkan dana yang menjadi hak petani.
Namun sayangnya, Dinas Pertanian melempar tanggung jawab dan menyatakan bahwa urusan pencairan sepenuhnya menjadi kewenangan PPK. Situasi menjadi kabur, dan penyelesaian kian tak pasti.
Wartawan NTTPRIDE.com berupaya mengonfirmasi kembali perkembangan kasus ini kepada Bupati SBD. Kontak awal dilakukan melalui pesan WhatsApp pada 27 Mei 2025, yang dibalas dengan singkat oleh Bupati, “Siap Kaka.” Bupati juga menjanjikan penyelesaian.
Namun hingga sepekan lebih berlalu, tak ada tindak lanjut. Wartawan kembali menghubungi Bupati pada 2 Juni 2025, dan dijanjikan akan dihubungi langsung melalui panggilan telepon dengan balasan, “Nanti saya telepon Kaka.” Namun, panggilan tak pernah datang.
Terakhir, pada 9 Juni 2025, wartawan kembali mengirim pesan WhatsApp, namun hanya dibaca tanpa ada balasan. Sampai berita ini diturunkan, Bupati SBD belum memberikan klarifikasi resmi.
Situasi ini menambah beban psikologis bagi kelompok tani yang merasa hak mereka dihambat tanpa alasan jelas. Mereka menuntut adanya transparansi dalam pelaksanaan proyek dan kejelasan hukum atas dana yang belum cair.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Sumba Barat Daya (SBD), Ir. Yohanes Irin Tuka menuding bahwa keberadaan CV Gasrem Surya Perdana telah mengganggu hubungan kerja sama antara dinas dengan pihak penyedia pompa air merek Lorens.
Menurutnya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan SBD selama ini hanya membangun kemitraan dengan pompa Lorens.
Oleh karena itu, masuknya CV Gasrem Surya Perdana dinilai telah merusak komunikasi serta hubungan kerja sama yang telah terjalin antara dinas dan pihak pompa Lorens.
Pihak CV Gasrem Surya Perdana, Robertus N. Take Lemaking S.Pd.,M.Pd menanggapi bahwa proyek tersebut berstatus swakelola, namun Dinas Pertanian justru membangun kerja sama dengan pihak ketiga yaitu dengan pompa merek Lorens.
" Kehadiran kami (CV Gasrem Surya Perdana) bertujuan untuk mengungkap adanya dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek oleh Dinas Pertanian, agar kelompok tani bisa memperoleh hak mereka secara utuh sesuai dengan mekanisme swakelola yang semestinya," ujar Robert.
Polemik ini mencerminkan buruknya komunikasi antara pemerintah daerah dan penerima manfaat, serta dugaan adanya praktik tidak etis dalam proses pengadaan proyek publik. Jika tak segera ditangani, konflik ini berpotensi meluas dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Wartawan NTTPRIDE.com akan terus mengawal perkembangan kasus ini dan meminta pertanggungjawaban pihak-pihak terkait, demi memastikan hak petani tidak dikorbankan oleh birokrasi yang lamban dan penuh konflik kepentingan.
Editor: Ocep Purek